Senin, 10 Mei 2021

Unsur-Unsur Masyarakat, Pranata Sosial, dan Integrasi Masyarakat (Studi Kasus Masyarakat Adat Gelarang Colol)


Hi guys, kali ini aku mau membahas mengenai unsur-unsur masyarakat, pranata sosial, dan integrasi masyarakat dengan mengangkat Masyarakat Adat Gelarang Colol sebagai obyek pembahasan agar kita tidak hanya sekedar mengerti definisi tetapi juga bagaimana aplikasinya dalam masyarakat itu sendiri. 

seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia memiliki beragam suku budaya yang unik dan kearifan lokal yang tak ternilai harganya, maka dari itu aku mau mengajak pembaca sekalian untuk travelling ke dalam masyarakat Adat kita, supaya kita semakin mencintai Indonesia, salah satunya Masyakarat Adat Gelarang Colol.

sebelum beranjak, mari kita pahami definisi singkat dari apa itu unsur-unsur masyarakat, apa itu pranata sosial, dan apa itu integrasi masyarakat

Unsur-unsur masyarakat 


Menurut Soerjono Soekanto, yang dikutip di dalam buku Pengantar Antropologi: Sebuah Ikhtisar Mengenal Antropologi (2019:52), sejumlah unsur masyarakat adalah sebagaimana perincian sebagai berikut: Beranggotalan paling sedikit dua orang atau lebih, seluruh anggota sadar sebagai satu kesatuan, berhubungan daam waktu yang cukup lama, menghasilkan individu baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat sehingga menjadi sistem hidup bersama yang memunculkan kebudayaan dan keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat.

Pranata Sosial

Pranata sosial adalah kumpulan nilai dan norma yang mengatur kehidupan manusia. Kebudayaan yang didalamnya terdapat nilai, norma, dan perasaan juga merupakan pola bagi tindakan dan tingkah laku manusia yang diperoleh melalui proses belajar dalam kehidupan sosialnya.

Integrasi Masyarakat

sebuah proses perpaduan atau penyatuan antar unsur-unsur dalam masyarakat yang meliputi pranata sosial, kedudukan sosial, dan peranan sosial. Integrasi ini tujuannya untuk menyatukan masyarakat tersebut, meskipun adanya kedudukan bahkan peranan sosial di dalamnya berbeda.


Dari penjelasan di atas, kita tahu bahwa ketiga hal tersebut saling berkaitan dan tidak terpisahkan dari kehidupan bermasyarakat.


Selanjutnya mari kita mulai mengupas Mayarakat Adat Gelarang Colong agar semakin memahami bagaimana usnur-unsur masyarakat itu terbentuk, apakah ada pranata sosial didalamnya? dan bagaimana mereka saling berintegrasi satu sama lain.



Dimanakah keberadaan Masyarakat Adat Gelarang Colol?

Gelarang Colol secara administratif terletak di Kecamatan Poco Ranaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Satuan wilayah dari masyarakat adat Colol disebut dengan Gelarang yang terdiri dari beberapa Gendang yaitu Gendang Colol, Gendang Welu, Gendang Biting, dan Gendang Tangkul. Masyarakat adat Colol secara demografi juga termasuk penduduk dari keempat desa di atas dengan jumlah sekitar 1.364 kepala keluarga. Dari sejumlah tersebut, jumlah laki-lakinya 2.787 jiwa, sedangkan perempuannya berjumlah 3.009 jiwa. Masyarakat adat Colol seharihari menggunakan bahasa Manggarai dan bekerja sebagai petani, peladang, maupun berkebun untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Darimana masyarakat adat Colol berasal?

Dituturkan bahwa sejarah awal mula Panga Colol, berasal dari wilayah Gowa. Dibawa oleh leluhur mereka bernama Ranggarok pada sekitar tahun 1600-an. Ranggarok menetap di sebelah barat Gendang Racang yang saat itu diberi nama Golo Meka (tamu). Ranggarok kemudian menikah dengan putri Racang bernama Pote Dondeng. Ranggarok dan Pote Dondeng kemudian memiliki anak bernama Mondo dan tinggal di Golo Mondo (Lingko Lowo saat ini). Masyarakat adat Colol tidak berasal dari satu keturunan, melainkan satu kesatuan dari beberapa klan atau yang disebut dalam istilah lokal adalah panga. Setidaknya ada 14 panga yang saat ini membentuk peradaban dan melakukan perjuangan hidup dalam identitas yang sama yaitu masyarakat adat Colol. Masyarakat adat Colol memiliki gagasan tentang hubungan antar-ruang hidup mereka dalam ujaran “Gendang One Lingko Peang” yang berarti kampung di dalam dan ladang di luar. Nilai dari ujaran tersebut menunjukkan masyarakat Colol terikat dengan wilayah adat yaitu kampung atau “gendang” sebagai tempat mereka bernaung dan ladang atau “lingko” sebagai tempat mencari penghidupan.

Siapa saja unsur-unsur masyarakat yang ada dalam Masyarakat Adat Colol dan bagaimana mereka saling berintegrasi?

Untuk menaungi kesatuan dari seluruh masyarakat adat Colol diperlukan orang-orang yang dapat memimpin keempat belas panga. Selain itu, masyarakat sebagai subjek hukum tentu terikat pada seperangkat nilai, norma, dan aturan (hukum) adat atau yang dibaca dalam bahasa lokal sebagai “adak” yang dibangun melalui kesadaran bersama dan dimapankan secara turun temurun. Oleh karenanya, tatanan kehidupan bermasyarakat yang terikat pada seperangkat produk hukum adat itu dipelihara oleh beberapa orang yang dianggap dapat memimpin dan menjalankan peran serta fungsi terkait. Dalam konteks masyarakat adat Colol, beberapa orang itu disebut sebagai “Tua Mukang Lalong Kampong/Adak“ atau yang diartikan secara harfiah sebagai “Para Tetua Kampung/Adat”. Adapun pemangku-pemangku adat yang terdapat dalam masyarakat adat Colol yaitu “Tua Golo” dan “Tua Teno”. Jika Tua Golo berarti Ketua Pemangku Adat yang berperan sebagai pemimpin masyarakat, Tua Teno adalah pemangku adat yang mengurusi perihal tanah adat (lingko), upeti adat (wono) dan ritual adat. Tua Golo dan Tua Teno bekerja berdampingan dan dibantu oleh ketua-ketua dari setiap panga yang berada di masing-masing gendang (desa) atau yang disebut sebagai “Tua Panga”. Adapun Tua Panga sebagai pemimpin suatu Panga juga membawahi beberapa kepala tiap keluarga besar dari panganya yang juga disebut sebagai “Tua Kilo”.

Beberapa tugas dari Tua Golo antara lain, memimpin masyarakat adat Colol di wilayah Gendangnya, menjalankan roda pemerintahan adat, dan bersama Tua Teno dan Tua Panga melakukan pengambilan keputusan terkait kepentingan umum, permasalahan antar-masyarakat, hingga peradilan adat. Adapun tugas dari Tua Teno selain di atas adalah memimpin pelaksanaan ritual adat, menentukan pembagian lahan adat (di masa lalu), dan mengumpulkan wono atau upeti dari lahan adat. Di sisi lain, kepala di tiap panga atau Tua Panga dipilih dalam musyawarah tingkat panga maupun penunjukan dari Tua Panga sebelumnya kepada anaknya. Periode jabatannya adalah sampai yang besangkutan tidak mampu lagi mengemban peran itu ataupun karena sebab lain. Sedangkan Tua Kilo di masing-masing keluarga besar dipilih dari anak sulung laki-laki dari garis keturunan laki-laki yang memiliki kemampuan berbahasa adat. Periode jabatannya adalah sampai yang besangkutan tidak mampu lagi mengemban peran itu ataupun karena sebab lain.

Apa saja bentuk pranata sosial yang ada dalam Masyarakat Adat Colol dan bagaimana mekanisme kontrol terhadap pranata sosial tersebut?

Masyarakat Colol memiliki produk-produk hukum adat dengan mekanisme kontrolnya sendiri yang mereka akui sebagai landasan untuk hidup baik dengan manusia maupun alam. Apabila terjadi pelanggaran aturan adat maupun sengketa antar masyarakat, dilakukanlah musyawarah adat atau lonto leok sebagai proses pengambilan keputusan. Adapun beberapa contoh pranata sosial yang terbentuk dalam Masyarakat Adat Colol diantaranya adalah adanya larangan perkelahian fisik antarwarga maupun antar-kelompok dengan mekanisme kontrol dilakukan mediasi oleh pihak ketiga agar berdamai dan diwujudkan dengan pemotongan 1 ekor babi dan 1 ekor kambing yang dimakan bersama. Jika ada korban luka, pelaku disanksi dengan Wunis Peheng atau menanggung pengobatan. Kemudian adanya Larangan membuat keributan dan bekerja menyiang rumput selama dua hari saat ada warga satu Gendang dan/atau satu Lingko yang meninggal. Warga boleh ambil hasil kebun tetapi ditutupi oleh daun kering. Jika melanggar maka didenda 1 ekor ayam dan tuak. Jika diulangi kesalahan itu hingga tiga kali maka disanksi denda 1 ekor babi untuk kebutuhan pesta kenduri orang yang meninggal.

Hal yang diutamakan untuk dicari dari proses musyawarah adalah tentang benar dan salah bukanlah menang atau kalah dari suatu perkara. Hukum adat bagi masyarakat di Gelaran Colol masih dianggap penting untuk ditegakkan telebih dahulu daripada hukum positif. Biaya mengadakan proses peradilan adat dan penyelesaian sengketa melalui lonto leok adalah sebesar Rp 1.000.000 yang dibayar di awal oleh masing-masing pihak dan dicatat oleh Tua Golo dan Tua Teno. Bilamana terjadi ketidakpuasan atas hasil dari lonto leok, pihak tersebut dapat meneruskannya ke ranah hukum positif. Namun, jika terdapat unsur anggota masyarakat adat Colol yang terbukti melangkahi hukum adat, maka para pemangku adat dan masyarakat pada umumnya akan memberikan sanksi berupa 1 ekor kambing, uang Rp. 500.000 dan 1 bonggo tuak.

 

Sumber:

1.  Badan Registrasi Wilayah Adat

https://brwa.or.id/wa/view/eU9zVzhZXzM4Mmc diakses oleh Atika Cahyawati pada tanggal 10 Mei 2021 pukul 11.00 WIB

2. Panggabean. 2018. Praktik Peradilan Menangani Kasus-Kasus Hukum Adat Suku-Suku Nusantara.Jakarta: Kelompok Gramedia


Terimakasih....
sampai bertemu di minggu selanjutnya


5 komentar:

Pert9_Kuliah Kreativitas bersama Ibu Serepina

 Manajemen dan Pemasaran event Event adalah Suatu kegiatan yang diselenggarakan untukmemperingati hal hal penting sepanjang hidup manusia ba...